minggu ke 8
nama :Ikatama rachayu putri
kelas:1eb18
npm:23210411
Dengan susah payah, saat ini kita sudah berada pada tahun ke-lima setelah krisis multi-dimensi tahun 1998-1999. Setelah krisis khususnya pada (empat) tahun terakhir ini telah banyak kemajuan diberbagai bidang termasuk dalam bidang ekonomi yang berhasil kita capai. Meskipun harus diakui secara jujur masih banyak harus dibenahi ke depan. Setelah perekonomian kita mengalami kontraksi luar biasa (tumbuh negatif 13,13 persen) pada tahun 1998, secara bertahap kita sebagai bangsa telah berhasil membalikkan keadaan dari pertumbuhan negatif menjadi pertumbuhan positif sekitar 3-4 persen pertahun. Tidak hanya itu, kita juga berhasil memupuk cadangan devisa negara menjadi sekitar US $ 36 milyar pada awal tahun 2004 (tertinggi sepanjang sejarah), menstabilkan kurs rupiah dan mengelola suku bunga kredit menjadi kurang dari 15 persen pertahun (terendah sepanjang sejarah).
Tidak hanya itu, pembiayaan pembangunan juga sudah mulai kita tata ulang dari pembiayaan yang tergantung utang luar negeri kepada makin mengandalkan pembiyaan dari penerimaan domestik dan kreatifitas masyarakat. Meskipun pertumbuhan ekonomi kita belum setinggi apa yang kita harapkan, namun kualitas pertumbuhan itu sendiri sudah semakin baik. Selain makin mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri, peranan kreatifitas diseluruh daerah semakin besar dalam pembangunan kita. Banyaknya usaha-usaha kecil menengah dan usaha mikro yang bertumbuh pesat di setiap daerah setelah krisis, mencerminkan bahwa peran kreatifitas masyarakat sudah mulai besar dalam pembangunan kita (by design). Perekonomian yang dihela kreatifitas masyarakat inilah yang perlu kita kembangkan kedepan sesuai dengan amanah reformasi.
Pembangunan yang dihela oleh kreatifitas akan mampu mewujudkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan pembangunan secara sekaligus. Searah dengan perbaikan perekonomian makro secara keseluruhan, sektor pertanian Indonesia juga telah mengalami kemajuan dibanding
dengan kondisi masa krisis (1998-1999). Bahkan dalam banyak hal sudah melampaui prestasi yang pemah kita raih pada akhir masa orde baru. (1990-1997). Mungkin sudah banyak yang lupa bagaimana kondisi pertanian kita pada masa krisis multi-dimensi tahun 1998-1999. Pada waktu itu telah terjadi perubahan yang mendadak bahkan kacau balau dalam pertanian kita. Kredit program pertanian dicabut, suku bunga kredit membubung tinggi sehingga tidak ada kredit yang tersedia ke pertanian. Karena desakan IMF waktu itu, subsidi pertanian (pupuk, benih, dll) juga dicabut dan tarif impor komoditi khususnya pangan dipatok maksimum 5%. Infrastruktur pertanian pedesaan khususnya irigasi banyak yang rusak karena biaya pemeliharaan tidak ada. Penyuluh pertanian juga kacau balau karena terlalu mendadak didaerahkan. Tidak hanya itu, akibat kerusuhan, jaringan distribusi bahan pangan dan sarana produksi ertanian lumpuh, antrian beras dan minyak goreng tedadi dimana-mana. tulah kondisi pertanian dan pangan yang kita hadapi saat itu.
Akibat perubahan mendadak tersebut pelaku agribisnis khususnya para petani mengalami kegamangan dan kekacauan. Kredit untuk petani tidak ada, hanya pupuk melambung baik karena depresiasi rupiah maupun karena pencabutan subsidi. Itulah sebabnya mengapa pada saat krisis pada tahun 1998-1999 booming agribisnis tidak berlangsung lama meskipun depresiasi rupiah cukup memberi insentif untuk ekspor. Perubahan mendadak waktu itu, tidak memberi waktu bagi para petani untuk menyesuaikan diri. Sehingga PDB pertanian mengalami pertumbuhan rendah sebesar 0,88 persen (terendah sepanjang sejarah).
Dalam kondisi seperti itulah Kabinet Persatuan dan kemudian Kabinet Gotong Royong dibentuk. Tugas pertama adalah "memadamkan kebakaran" atau kekacauan yang terjadi di banyak tempat, menata ulang pembangunan pertanian agar bisa secepat mungkin mengalami recovery serta membangun landasan untuk bertumbuh kedepan. Dengan memperhatikan kondisi dan perubahan yang terjadi pada waktu itu Departemen Pertanian bersama stakeholder pembangunan lainnya merumuskan dan mengimplementasikan paradigma baru pembangunan pertanian yakni "pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi".
Semua ini merupakan lebih lanjut dari kebijakan dasar proteksi dan promosi yang landasannya telah kita bangun dalam tiga tahun terakhir. Kedepan, pengalaman krisis pahit multi-dimensi 1998-1999 memberikan pelajaran berharga betapa strategisnya sektor pertanian sebagai jangkar, peredam gejolak, dan penyelamat bagi sistem perekonomian. Sektor pertanian merupakan kunci untuk pengentasan kemiskinan dan pemantapan ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu pembangunan sektor pertanian haruslah tetap dijadikan sebagai prioritas pembangunan nasional. Inilah konsensus politik yang masih perlu diperjuangkan bersama. Kinerja sektor pertanian tidaklah semata-mata cermin kinerja Departemen Pertanian. Kinerja sektor pertanian justru lebih banyak oleh pihak-pihak diluar Departemen Pertanian. Oleh karena itu, kalaupun ada perbaikan dalam kinerja sektor pertanian, penghargaan terbesar adalah kepada mereka petani dan pelaku agribisnis yang ada di seluruh pelosok tanah air. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar